24 September 2018

PADAT PENEBARAN BENIH IKAN




I.         PENDAHULUAN
Dalam budidaya ikan, penebaran umumnya berkaitan dengan ukuran dari benih serta spesies (jenis) ikan yang akan dibudidayakan.  Secara umum, benih ikan berasal dari dua sumber utama, yaitu :
a.       Dari habitat aslinya di alam.
b.      Dari pembenihan (Hathcery).
Padat tebar adalah jumlah benih yang ditebarkan per luas permukaan air kolam dengan memperhatikan ukuran dan umur  benih.
II.      METODE PADAT TEBAR
Beberapa metode padat tebar yang ada, antara lain :

1.  Monokultur

Monokultur adalah pemeliharaan satu jenis ikan dalam satu kolam.  Pada sistem monokultur, terdapat beberapa teknik padat penebaran, seperti :
a.       Mono size stocking (penebaran satu ukuran)
Cara ini adalah memelihara satu jenis ikan yang berukuran sama dan di panen setelah mencapai ukuran konsumsi.  Apabila padat penebaran terlalu tinggi, maka ruang gerak hidup menjadi lebih padat dan penurunan mutu pertumbuhan dan kesintasan hidup ikan yang dipelihara.  Sebaliknya, apabila padat penebaran terlalu rendah, maka media dan pakan alami tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

b.      Multi stage stocking
Berbagai ukuran ikan di tebar dalam satu kolam.  Cara ini memberikan keuntungan dari kemampuan pertumbuhan yang maksimal, kepadatan dapat diatur sesuai dengan besarnya kolam.  Cara ini memungkinkan usaha yang berkesinambungan saat penebaran dan panen.
c.       Multi size stocking
Kolam ikan sering menghasilkan pakan alami dan cara makan ukuran ikan kecil dan besar berbeda.  Maka dari itu, padat penebaran dapat ditingkatkan dengan cara perbedaan ukuran ikan, agar dapat memanfaatkan pakan alami.  Sehingga dengan cara ini ikan dapat di panen secara periodik dan dihasilkan ikan dengan ukuran sesuai dengan pasar. Untuk menggantikan ikan yang telah di panen, kolam dapat ditebar lagi dengan ikan yang berukuran kecil.
d.      Monosex stocking
Masalah besar dalam pembesaran Oreochromis sp., adalah melimpahnya produksi tetapi tidak mencapai ukuran yang diinginkan.  Salah satu cara pemecahannya adalah menebar berdasarkan satu jenis sex (kelamin).  Dengan demikian, dimungkinkan tidak akan terjadi reproduksi. Salah satu cara mendapatkan ikan yang monosex adalah dengan pembalikan jenis kelamin atau sex reversal.
e.       Monosex stocking
Masalah besar dalam pembesaran Oreochromis sp., adalah melimpahnya produksi tetapi tidak mencapai ukuran yang diinginkan.  Salah satu cara pemecahannya adalah menebar berdasarkan satu jenis sex (kelamin).  Dengan demikian, dimungkinkan tidak akan terjadi reproduksi. Salah satu cara mendapatkan ikan yang monosex adalah dengan pembalikan jenis kelamin atau sex reversal.
f.       Double cropping
Cara ini adalah memelihara dua jenis ikan dalam satu kolam yang berbeda musim.  Hal ini biasa dilakukan di negara yang mengalami musim dingin. Pada musim panas, dipelihara Channel catfish, sedangkan pada musim dingin dipelihara Rainbow trout.

2.      Polikultur

Kolam ikan dapat menghasilkan organisme air (plankton) pada setiap lapisan air. Untuk itu, padat penebaran berbagai jenis ikan yang saling mengimbangi cara makannya akan dapat memanfaatkan tiap lapisan air dari ketersediaan pakan dan akhirnya akan meningkatkan produksi ikan.  Polikultur pertama kali dilakukan di Cina sejak ribuan tahun lalu dan telah mengalami perbaikan-perbaikan sampai saat ini. Hal ini menghasilkan produksi tinggi per unit area. 

Dalam polikultur terdapat dua (2) cara padat penebaran, yaitu :

a.       Multi age (Multi size) stocking
Polikultur secara Multi age, berbagai jenis ikan yang berbeda ukurannya dibudidayakan dalam kolam yang sama dengan umur yang berbeda.  Caranya seperti multi size stocking dalam sistem monokultur, panen secara periodik dan yang berikut ditebar kembali adalah ikan yang berukuran kecil (benih).

b.      Multi stage stocking
Polikultur secara Multi stage, meliputi berbagai jenis ikan yang dibudidayakan dalam serangkaian kolam, saat panen ikan dipilih (sortir) sesuai ukurannya. Ikan jenis carnivor sering digunakan sebagai predator dalam sistem polikultur, khususnya saat memelihara ikan yang berproduksi sendiri dalam kolam pembesaran, seperti Oreochromis sp., digunakan sebagai predator.  Perbandingan optimal predator untuk memangsa ditentukan oleh perbandingan ukuran pemangsa dengan tingkat makannya. 

Padat penebaran selain dapat meningkatkan produksi ikan yang dipelihara, juga sangat mempengaruhi kondisi kualitas air. Hasil penelitian Sarwono & Agustina (2002), laju nitrifikasi dipengaruhi oleh besarnya buangan metabolit dan sisa pakan. Besarnya buangan metabolit dan sisa pakan sangat dipengaruhi oleh padat penebaran ikan yang dipelihara.





Sumber :
Zonneveld, N; E.A. Huisman; J.H. Boon., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Informasi Lebih Lanjut Dapat Menghubungi :
Inayah Rahmani, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan Kabupaten Banjar
Jl. Pramuka No.1 Komplek Antasari, Martapura
Wilayah Kerja Kecamatan Martapura Barat
Hp. 085346837290










22 September 2018

MENGENAL IKAN LELE DAN MANFAATNYA



Ikan lele merupakan salah satu hasil peternakan yang kaya akan gizi. Ikan lele (Clarias  spp.) merupakan ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat kritis, seperti rawa, sungai, sawah, kolam ikan yang subur, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur yang kekurangan oksigen.
Hal ini dimungkinkan karena ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan, yakni  arborecent. Ikan lele  dapat pula dipelihara di tambak air payau asal kadar garamnya tidak terlalu tinggi Ikan lele termasuk dalam famili Claridae dan sering juga disebut mud fish atau cat fish. Di Indonesia, ikan lele dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti ikan maut (Sumatera Utara dan Aceh), keling (Sulawesi Selatan), dan cepi (Bugis).

Penyebaran lele di Indonesia meliputi Jawa, Sumatera, Bangka, Belitung, Kalimantan, Singkep, dan Sulawesi. Di Indonesia, terdapat lima jenis ikan lele lokal yang sangat terkenal, yakni Clarias batrachus  L (lele, kalang, maut, cepa), Clarias leiacanthus Blkr (keli, penang), Clarias nieuhofi CV (lindim, lembat, kaleh), Clarias melanoderma Blkr (duri, wais, wiru), dan Clarias teysmani Blkr (lele kembang, kalang putih). Di antara kelima jenis ini, hanya  Clarias batrachus  L. yang paling sering dijumpai  dan dipelihara karena  rasa  dagingnya  yang  sangat   lezat.

Pada tahun 1980-an, masuklah varietas lele baru yang dikenal sebagai ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang berasal dari Afrika. Lele dumbo memiliki ukuran yang besar, sehingga dikenal sebagai  king cat  fish.  Ikan lele ini merupakan hasil kawin silang antara induk betina asli jenis Taiwan (C.fuscus) dan induk jantan asal Kenya, Afrika (C.mosambicus) (Suyanto, 2002).

Selain itu, dari segi rasa, ikan lele dumbo lebih unggul daripada lele lokal. Meski demikian, beberapa orang masih tetap fanatik dengan lele lokal karena beberapa alasan tertentu. 
Ikan lele dumbo mempunyai habitat asli di peraian rawa-rawa di Afrika tengah (Viveen dalam Aan, 2003). Ikan lele merupakan jenis ikan lele pemakan dasar kolam (bottom feeder) dan lebih banyak menempati dasar kolam (Wiadnya, 1988). Ikan lele dumbo mempunyai pernafasan tambahan yang disebut arborescent organ. Alat tersebut memungkinkan ikan lele dumbo dapat dipelihara pada kondisi oksigen yang sangat rendah, yaitu 0-3 ppm (Viveen dalam Aan, 2003).  Ikan lele dumbo ini hidup di air tawar dan relatif tahan terhadap kondisi air yang menurut ukuran kehidupan ikan dinilai kurang baik.  Lele juga dapat hidup dengan padatan penebaran tinggi maupun pada kolam yang kadar oksigenya rendah karena lele mempunyai alat pernapasan tambahan berupa labirin. ikan lele dumbo juga mempunyai sifat yang unggul, yaitu dapat tumbuh lebih pesat dan mencapai ukuran
besar dalam waktu lebih cepat dibandingkan lele lokal. Karena cepat tumbuh dan badannya gemuk itulah maka dinamai “lele jumbo“ yang kemudian terkenal sebagai “ lele dumbo” (Hernowo, 2002 ).  

Ikan lele termasuk jenis ikan lele pemakan segalanya. Ikan lele aktif mencari mangsanya pada saat lingkungan dalam keadaan gelap, khususnya pada malam hari. Ikan lele lebih senang hidup pada aliran air yang tenang dimana aliran airnya tidak terlalu deras (Suyanto, 1986). Viveen dalam Aan (2003) menambahkan bahwa ikan lele mampu hidup dalam lumpur bahkan kadang mampu berjalan di darat dalam rangka mencari makanan atau perlindungan. 

Ikan lele ini pertumbuhan badannya cukup cepat baik panjang maupun beratnya, yakni mencapai empat kali lipat jika dibandingkan dengan ikan lele lokal. Sebagai perbandingan, lele dumbo dalam waktu 5-6 bulan mampu mencapai berat 40-50 gram/ekor. Ciri khusus adalah bentuk badan memanjang, mencapai berat 40-50 gram/ekor.

Manfaat Ikan Lele  
Berikut merupakan beberapa manfaat dari ikan lele :
1) Sebagai bahan makanan. 
2) Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele. 
3) Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing
darah dan lain-lain. 
4) Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan Leusin dan Lisin.

Selain peranan yang menguntungkan  ikan lele juga dapat memiliki peranan yang merugikan bagi manusia. Peranan yang merugikan tersebut diantaranya :
Pada ikan lele yang masih muda patilnya mengandung racun, sedangkan pada ikan lele yang agak tua racunnya agak berkurang. Ikan lele juga dapat memakan ikan-ikan lainya atau sebagai predator.

Sumber :
Resmi Rumenta Siregar. 2011. Pengolahan Ikan Lele (Clarias sp). Kementerian Kelautan dan Perikanan. Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 


Informasi Lebih Lanjut dapat Menghubungi :
Inayah Rahmani, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan Kabupaten Banjar
Jl. Pramuka No. 1 Komplek Antasari, Martapura
Wilayah Kerja Kecamatan Martapura Barat
Hp. 08534683720

17 September 2018


PENEBARAN BENIH IKAN



I.         PROSES PENGANGKUTAN
Pengangkutan harus dilakukan pada kondisi suhu rendah (18 0C). Untuk mempertahankan supaya suhu rendah, dapat ditambahkan es yang dimasukkan ke dalam kantong plastik kecil supaya tidak bocor dan diletakkan di dekat kantong ikan.  Apabila pengangkutan menggunakan mobil atau kapal sebaiknya alas atau lantai diberi lapisan karung basah atau kain basah agar dapat menjaga kelembaban dan mempertahankan suhu.

Pengangkutan dilakukan pagi atau sore hari dan jika musim panas lakukan pada malam hari. Pergunakan transportasi yang paling cepat dan aman, sedikit goncangan pada waktu pengangkutan adalah baik untuk menggerakkan air dalam wadah.
II.      PENYESUAIAN DAN PENEBARAN
Penyesuaian (aklimatisasi) memerlukan waktu 15-30 menit, untuk penyesuaian tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.   Kantong  plastik yang berisi benih, masukkan atau rendam biarkan terapung di air penebaran sambil dibuka ikatan pada kantong plastik.
b.  Miringkan  kantong  plastik  yang berisi benih sedikit demi sedikit masukkan air tempat pemeliharaan ke dalam kantong plastik.
c.      Biarkan air tempat pemeliharaan masuk sedikit demi sedikit, dengan cara ini diharapkan agar              benih ikan tidak terlalu terkejut dengan perubahan suhu dan kualitas air.
d.    Tunggu sampai benih ikan dalam kantong plastik keluar sendiri dan biarkan berenang keluar dari kantong plastik.
e.   Jangan menuangkan benih ikan langsung ke dalam air tempat pemeliharaan, usahakan jangan terburu-buru.

Penanganan yang hati-hati dan terencana dengan baik pada saat pengangkutan kesegaran dan kesehatan benih ikan akan terjaga hingga sampai tujuan.

Menebar ikan di lokasi budidaya yang baru sesudah pengangkutan merupakan aspek paling kritis dalam proses pengangkutan benih ikan. Suhu air yang ada di dalam kantong plastik hendaknya tidak terlalu berbeda dengan suhu air yang ada di lokasi budidaya yang akan digunakan untuk pemeliharaan
Hasil penelitian Sunarno et al. (1990), benih ikan Patin ukuran (0,116 ± 0,02 g) berumur 21 hari yang diangkut dalam kantong plastik dengan kepadatan 300 ekor per liter dengan menggunakan kendaraan darat selama 8, 11 dan 14 jam tingkat kesintasan sekitar 92,89 – 97,34%.

III.   Kualitas Air
Kesintasan hidup ikan erat kaitannya dengan kualitas air yang digunakan.  Beberapa kualitas air yang perlu mendapat perhatian di dalam pengangkutan adalah suhu (udara dan air), oksigen terlarut (DO), CO2 bebas, derajat keasaman (pH), dan dma.

Tabel 1. Kualitas Air Pada Kantong Plastik
              Yang Berisi Benih Ikan Patin

Parameter
Air penampungan
Lama pengangkutan (jam)
8
11
14
Suhu udara (oC)
29,0
28,0
25,5
25,5
Suhu air (oC)
26,5
29,0
26,0
26,0
DO (ppm)
7,4
13,47
11,93
14,35
CO2 (ppm)
0,00
2,34
2,16
2,90
pH
7,5
7,0
7,0
6,5 - 7,0
dma
1,57
2,12
2,80
2,76
Dari Tabel 3.3 di atas, tampak bahwa suhu air pengangkutan  (8 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu air penampungan. Hal ini disebabkan saat pembukaan kantong plastik yang berbeda. Adanya penambahan oksigen murni pada kantong plastik dan goncangan selama proses pengangkutan menyebabkan peningkatan DO dari 7,4 (air penampungan) menjadi sekitar 11,93 – 14,35 ppm. Buangan metabolit ikan selama proses pengangkutan terjadi peningkatan CO2 bebas dan dma, serta penurunan pH dibandingkan dengan air penampungan

Kematian ikan yang terjadi cenderung disebabkan oleh faktor pemuasaan (pemberokan) yang terlalu lama (18 jam). Hal ini terlihat pada kondisi ikan yang meningkat nafsu makannya setelah diberi makan.
Keadaan terlalu lapar mendorong beberapa ikan melakukan kanibalisme




Sumber :
Zonneveld, N; E.A. Huisman; J.H. Boon., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.



Informasi Lebih Lanjut Dapat Menghubungi :
Inayah Rahmani, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan Kabupaten Banjar
Jl. Pramuka No. 1 Komplek Antasari, Martapura
Wilayah Kerja Kecamatan Martapura Barat 
Hp. 085346837290

14 September 2018

Pemijahan Ikan Patin


PEMIJAHAN IKAN PATIN



Ikan patin merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar yang  dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35- 40 cm. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini.
 
1.  Pemeliharaan Induk
            Dalam kegiatan pembenihan ikan, pemeliharaan induk merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan.  Pada kegiatan ini, ada beberapa hal yang harus di perhatikan yang meliputi :  

  Wadah dan media pemeliharaan
  Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau bak beton.  Sebaiknya bak pemeliharaan dilengkapi dengan waring yang ukurannya di sesuaikan dengan ukuran bak. 
            Pada bak pemeliharaan induk, ketinggian air berkisar antara 1,2-1,5 m dengan kepadatan 2-3 ekor/m2.  Pada bak ini juga sebaiknya terdapat saluran pembuangan dan pemasukan air agar memudahkan dalam pengelolaan media pemeliharaan.
  Pakan induk
            Pakan induk dapat menggunakan pakan komersil dengan kandungan protein antara 28-32%.  Kandungan pakan ini sangat berpengaruh terhadap kualiatas telur yang dihasilkan.  Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.  Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 2% dari biomass (Hamid dkk, 2007).
Misalkan, induk sebanyak 50 ekor dengan berat rata-rata 3 kg/ekor.  Jadi, berata biomassnya adalah 150 kg.  Pakan yang harus di berikan adalah 2% dari 150 kg, sebanyak 3 kg.  Pakan ini dibagi menjadi dua bagian, 1,5 kg di berikan pada pagi hari dan 1,5 kg diberikan pada sore hari.

2.  Seleksi Induk
            Seleksi induk adalah kegiatan yang dilakukan untuk memilih induk yang siap untuk dipijahkan.  Sebelum melakukan seleksi, induk terlebih dahulu diberok selama 1 hari dengan tujuan agar memudahkan dalam seleksi yaitu induk yang membesar perutnya adalah benar-benar induk yang matang gonad bukan karena pakan (Kordi, 2005).  
            Induk yang diseleksi adalah induk yg telah berumur lebih dari 3  tahun dengan berat 1,5-2 kg untuk jantan dan 1,5-2 kg untuk betina.

Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
a. Induk betina
  Umur tiga tahun.
  Ukuran 1,5–2 kg.
  Perut membesar ke arah anus.
  Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
  Kloaka membengkak berwarna merah tua.
  Kulit pada bagian perut lembek dan tipis. 7
 Kalau  di  sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.

b. Induk jantan
  Umur dua tahun.
  Ukuran 1,5–2 kg.
  Kulit perut lembek dan tipis.
 Bila  diurut  akan keluar  cairan   sperma berwarna putih.
  Kelamin membengkak berwarna merah tua.

3.  Pemijahan
  Penyuntikan
            Pemijahan pada ikan patin dilakukan secara buatan dengan menggunakan hormon stimulan yang berfungsi untuk menstimulasi kematangan gonad yaitu melalui pemberian ovaprim. Dosis yang biasa digunakan antara 0,50-0,75 cc/kg untuk induk betina, (Kordi, 2005).  Sedangkan untuk induk jantan tidak ada perlakuan atau tidak dilakukan penyuntikan sebelum dilakukan pemijahan. 
            Penyuntikan dilakukan pada punggung yaitu dibawah sirip secara  intra muscular (Khairuman, 2002). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali. Penyuntikan pertama dapat dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 22.00 dengan dosis 1/3 dari total dosis, sedangkan penyuntikan kedua dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 sebanyak 2/3 dari dosis total. 
            Induk yang telah di suntik, kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak.  Setelah 8 – 12 jam penyuntikan, dapat dilakukan stripping untuk mengeluarkan telur dan sperma induk.

  Stripping
        Induk yang telah siap untuk distripping kemudian diangkat dan dikeringkan terlebih dahulu dengan handuk atau kain lainnya. Proses stripping dilakukan dengan metode kering  (dry stripping). Stripping dilakukan dengan cara mengurut bagian perut induk betina ke arah belakang. Telur yang keluar ditampung dengan menggunakan waskon yang telah dikeringkan sebelumnya. Setelah selesai striping telur, kemudian dilakukan pengambilan sperma. Sperma diambil dengan cara mengurut bagian perut induk jantan ke arah belakang. Sperma yang keluar dari papila ditampung di dalam mangkok yang telah dibersihkan.
        Setelah telur tertampung di dalam waskom kemudian sperma dimasukkan ke dalam telur dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur tercampur merata. Pengadukan dilakukan perlahan, setelah telur dan sperma tercampur rata kemudian ditambahkan air sedikit demisedikit agar sperma aktif dan dapat membuahi telur. 
          Telur yang telah terbuahi ini kemudian dimasukkan ke dalam air yang dicampur dengan lumpur yang terlebih dahulu air yang dicampur lumpur ini di rebus sampai mendidih agar streril.  Tujuan pencampuran telur dengan air yang di campur lumpur ini agar telur tidak lengkat satu dengan dengan yang lain.  Kemudian telur dibilas hingga bersih dan siap untuk di tetaskan

  Penetasan telur
         Telur-telur hasil  stripping  dapat di tetaskan dalam akuarium atau bak penetasan. Sebelum penebaran telur, terlebih dahulu bak atau akuarium di bersihkan kemudian diisi air setinggi 20 cm dan dipasang aerasi dan  Heater  untuk menjaga suhu media penetasan. 
            Selama proses penetasan kondisi suhu selalu dikontrol agar tetap stabil yaitu pada kisaran 28-310C. Jika suhu dibawah 280C maka heater dinyalakan dan jika suhu 310C  maka heater dimatikan. Telur akan menetas berkisar antara 28-28 jam pada suhu 28-290C (Siregar, 2001).
            Setelah telur menetas, wadah penetasan di bersihkan dengan cara menyipon cangkang dan telur yang tidak menetas.

Sumber :
Mahatir, S.St.Pi. 2011. Budidaya Ikan Patin. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 

Informasi Lebih Lanjut Dapat Menghubungi :
Inayah Rahmani, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan Kab. Banjar
Jl. Pramuka No 1 Komplek Antasari, Martapura
Hp. 085346837290


5 September 2018

PEMBUATAN KERUPUK IKAN HARUAN




Kerupuk adalah suatu makanan kecil yang bersifat kering, ringan dan porous yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi yang merupakan makanan khas Indonesia dan banyak digemari oleh masyarakat luas.  Biasanya kerupuk dikonsumsi sebagai makanan selingan atau sebagai variasi dalam lauk-pauk.  Kerupuk adalah sejenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porous dan memiliki densitas rendah selama penggorengan sehingga memiliki kerenyahan (Siaw. et al, 1985).

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan adalah daging ikan, karena daging ikan ini rasanya sangat gurih.

Kerupuk ikan adalah jenis makanan yang terbuat dari daging ikan yang dicampur dengan bahan dan bumbu-bumbu lain, produknya padat, warna putih kecoklatan dan rasanya gurih.

Dalam proses pembuatan kerupuk ikan tidak memerlukan tenaga yang profesional karena dapat dikerjakan oleh tenaga pria maupun wanita baik sebagai tenaga pengaduk, tenaga penggiling, penggoreng maupun penjemuran.

Cara Pembuatan Kerupuk Ikan
A. Bahan Baku
1. Tepung tapioka       : 1 Kg
2. Daging ikan             : 1 kg
3. Telur                        : 3 butir
4. Garam dapur           : secukupnya
5. Soda kue                 : 1 sdm
6. Bawang putih          : 150 gram
7. Penyedap rasa         : secukupnya
8. Air untuk merebus

B.     Alat
1.  Kompor
2.  Wajan
3.  Baskom
4.  Pisau
5.  Dandang besar
6.  Timbangan
7.  Penggiling daging
8.  Centong plastik
9.  Wadah penjemur

C.     Proses Pembuatan
Tahap-tahap pembuatan kerupuk ikan adalah sebagai berikut :
1.      Persiapan bahan baku untuk membuat kerupuk ikan ialah pembuatan lumatan daging.  Langkah-langkah dalam pembuatan daging lumat awalnya dengan menyiangi ikan segar dengan membuang isi perut dan kepala hingga bersih dan dicuci dengan air bersih. Pengambilan daging ikan ialah dengan memfillet dan mengambil sisa daging yang tertinggal di antara duri ikan dengan cara mengerok menggunakan sendok.   Setelah daging terkumpul, daging dimasukkan ke dalam mesin pelumat daging.  Hasil lumatan dipastikan harus benar-benar lembut, karena dapat mempengaruhi produk kerupuk yang dihasilkan.  Setelah selesai proses pelumatan, daging ikan dimasukkan ke dalam wadah baskom bersih.

 2.  Pencampuran Bahan
Proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk lumatan ikan dengan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan.  Setelah tercampur merata kemudian ditambahkan telur sesuai dengan berat adonan yang dibutuhkan, kemudian diaduk hingga merata. Proses pengadukan ini berperan sangat penting sekali.  Apabila bahan yang dicampurkan tidak diaduk sampai bumbu merata akan mempengaruhi rasa produk kerupuk yang dihasilkan. Proses pengadukan lumatan ikan dengan bumbu dilakukan dengan tujuan membuat rasa produk kerupuk ikan yang dihasilkan merata dan menjadikan produk dapat mengembang.  Produk kerupuk dapat mengembang secara baik dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan.  

3.    Pembuatan Adonan
Proses pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan antara lumatan ikan yang sudah halus dengan bumbu dan bahan-bahan lain. Adonan dibuat secara manual dengan menggunakan tangan hingga benar-benar merata dan pulen (kalis).  Apabila komposisi dari bahan pembuat kerupuk ikan ini tidak benar maka akan terlihat sekali dari hasil adonan yang dibuat.  Apabila terlalu banyak tepung akan mengakibatkan adonan keras dan mudah sekali patah, sedangkan bila terlalu banyak lumatan ikan akan terlalu lunak dan terasa basah.  Oleh karena itu sangat diperlukan penambahan tepung dengan komposisi yang tepat.

4.   Penggilasan
Proses penggilasan ialah proses pembentukan atau pencetakan kerupuk yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tangan.   Setelah terbentuknya adonan yang kalis, kemudian dapat dibentuk bulatan dengan diameter ± 7 cm panjang 30 cm

5.        Kemudian dikukus sampai masak, sesudah itu diamkan selama 12 jam






6.        Setelah itu dipotong tipis-tipis dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kering



7.    Dikemas dengan rapi dan diberi label



Sumber :
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar. Tahun 2009. Pembuatan Kerupuk Ikan Haruan

Informasi Lebih Lanjut Dapat Menghubungi :
Inayah Rahmani, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan Kab. Banjar
Jl. Pramuka No. 1 Komplek Antasari
Hp. 085346837290









PENGAPURAN DAN PRINSIP DALAM BUDIDAYA IKAN

Pengaruh menguntungkan dari pengapuran pada ikan / udang / produksi udang di pertambakan maupun kolam perairan basa dan asam telah di...